Sedikit membual di tengah hawa panas bulan siyam. Ditemani lembaran
lembaran kertas yang menyajikan beberapa kisah heroik. Bukan, puluhan mungkin, mungkin ratusan atau lebih, kisah
kaum akademisi di masa silam. Di jaman ketika belum bisa melakukan Ping!!,
apalagi saling mention. Di jaman dengan segala keterbatasan, dengan segala
kekurangan tapi entah bagaimana bisa melakukan hal yang luar biasa.
Dari sejak era pra proklamasi, hingga pascanya. Sebelum saat
ini. kaum muda akademisi atau yang lumprah di sebut mahasiswa, mempunyai andil
yang konkrit di lingkungan bangsa dan negara. Bahkan dengannya, rezim yang
bertahun tahun bertengger menguasai bumi pertiwi bisa luluh lantak berantakan.
Kampus, oleh masyarakat awam sering kali menganggapnya
sebagai perlambang dunia intelektual. Masih sama dengan persepsi bahwa ketika
kampus masih tegak berdiri, maka nuansa itelektual masih terus berkecambah,
tumbuh dan hidup di lingkungan umat. Tidak bisa dipungkiri, perubahan yang
terjadi selalu saja di motori oleh mereka yang disebut mahasiswa. entah perubahan
yang bagaimana, yang jelas mahasiswa selalu saja menjadi agent of change
sebagaimana dirinya.
Hal hal luar biasa bisa terjadi, seperti reformasi hampir
20 tahun silam. Tidak bisa lepas dari campur tangan, otak mahasiswa yang
tergabung dalam wadah kemahasiswaan. Organisasi atau yang sering disebutnya.
Seiring berhilirnya waktu, kondisi jaman yang nekad berubah
meskipun masih premature untuk itu. Era organisasi mahasiswa yang kala itu
berjaya kian lama kian surut, sepi peminat. Organisasi mulai di jauhi, di cap
dengan persepsi radikal. Wadah mulai ciut, kesuksesan agent of change
menggiring mahasiswa sekarang untuk lebih fasionabel daripada thinkingabel. Kultur
intelektual semacam diskusi, kajian lama kelamaan mulai terasa jenuh oleh
mahasiswa.
terkaparnya
kultur intelektual di kampus tak pelak lagi turut berimbas terhadap meredupnya
nuansa gerakan mahasiswa hari ini, bahkan ada indikasi bahwa mahasiswa generasi
sekarang mulai ciut atau mulai tidak bernyali melakukan gerakan penentangan
terhadap ketidakadilan di kampus dalam sekala mikro dan di negeri ini dalam
skala yang lebih luas. Lalu konsekuensi logisnya adalah semakin tumbuh suburnya
para mahasiswa apatis di kampus, mahasiswa yang tidak peduli dengan kondisi
kemahasiswaan, mahasiswa yang tidak mau tahu apakah dirinya tertindas atau
tidak, yang jelas mereka masih fun-fun saja karena bisa bercanda kesana -
kemari di tengah hujan kebijakan dari birokrasi kampus dan pemerintah yang
nyata merugikan mahasiswa maupun rakyat. Sangat sederhana untuk menjelaskan
sinkronisasi antara matinya kultur
intelektual kampus dan meredupnya gerakan mahasiswa sebab insan yang bisa
melakukan perekayasaan di bidang kemahasiswaan adalah insan tercerahkan dan
insan tercerahkan tersebut baru bisa terwujud ketika kultur intelektual bisa
mapan di setiap kampus. ( http://www.kompasiana.com/enalriam/matinya-budaya-intelektual-kampus_552af3116ea8346657552d10)
untuk saat ini, mungkin akan sulit untuk memaknai arti kata
agent of change. Memang ketika pertama kali kuliah, mahasiswa decekoki para
pentarnsfer ilmu dengan anggapan bahwa mahasiswa itu punya sifat agen
perubahan. Yang membawa perubahan katanya. Tapi itu untuk semester awal, sifat
itu pun lama kelamaan luntur seiring tuanya mahasiswa. agent of changed (agen
yang dirubah) mungkin tepatnya.
Ketika wadah ini (ORMA:red) mulai di enggani pengusungnya. Mulai
di abaikan keberadaanya. Mau di bawa kemana kemahasiswaanmu? Haruskah organisasi
ini berjalan dengan kaki sebelah? Compang camping berharap, mengemis meminta di
anggap keberadaanya.
Andai esok masih lama,
pastilah kuminta kalian untuk tidur sejenak lagi.
Karena pagi masih terlampau petang bagimu.
Tapi mentari tak ubahnya makhluk.
Ia diminta Tuanya
untuk tepat menghangati bumi pertiwi.
Kalian tak mungkin
mampu memintakan dirinya sejenak berjibaku dahulu
Agar kalian bisa
sekedar berkata siap.
Ohh pagi sudah tiba kawan.
0 komentar: